Studi Kasus:
Pos Indonesia Lambat dan Mahal

Apalagi kalau tidak bisa dibilang lambat dan mahal.

Coba kita lihat soal keterlambatan.

Bayangkan saja, dokumen Express Mail Service (EMS) dengan Nomor: EE102732235ID dikirimkan dari kantorpos Mampang, Jakarta Selatan, tanggal 4 Mei 2004 jam 13:08. Ke luar dari Jakarta tanggal 5 Mei 2004 jam 03:15. Anehnya sampai dengan 7 Mei 2004 dokumen mengawang-awang di udara tidak sampai ke Jepang.

Baru masuk Jepang tanggal 8 Mei jam 01:17. Dengan demikian entah ada apa yang terjadi antara 5 Mei 2004 sampai dengan 7 Mei 2004.

Apabila memang benar melayang-layang di udara, sudah masuk pesawat terbang, maka ke mana pesawat terbang itu melayang? Kalau sampai salah negara, misal melayang dan mampir ke Taiwan dulu, mengapa sampai ke sana? Hal itu jelas bukan salah kirim karena apabila salah kirim pasti ada cap pada dokumen "Missen to Taiwan". Tapi pada dokumen tak terlihat tanda apa-apa baik muka maupun belakang.

Ada kemungkinan Posindo menggunakan pesawat terbang murahan sehingga pesawat itu terbang dulu ke negara lain, mengangkut barang dari negara lain itu, barulah ke Jepang.

Kemungkinan lain, ada kerusakan pesawat terbang sehingga dokumen sudah masuk bagasi pesawat tetapi tertunda pesawat terpaksa belum bisa berangkat sesuai jadwal sehingga jadi terlambat.

Lain hal lagi, memang dokumen nyasar ke negara lain tapi tak memberikan cap atau tanda apa pun pada dokumen (biasa, manusia selalu berusaha menutupi kejelekan atau kesalahannya). Kalau mengaku salah bisa muncul tuntutan yang malah merugikan manusia dan atau organisasinya. Kemudian kita lihat dari segi harga dan uang.

Peraturan yang ada pengiriman EMS harus sampai di tempat tujuan (si alamat) selama 3 hari. Lewat dari jangka waktu itu si penerima dan atau si pengirim boleh menuntut kepada pihak tempat Pos Pengirim berupa klain kerugian.

Kenyataan dokumen baru tiba di tempat penerima tanggal 10 Mei 2005. Artinya, pengiriman EMS dari Jakarta ke Tokyo makan waktu 6 hari (4 Mei sampai dengan 10 Mei). Sayang sekali penerima tak ada di tempat. Untuk itu pihak pos Jepang mengirimkan tanda bukti telah berkunjung dan pengambilan bisa dilakukan di kantorpos penerima sehingga dokumen diambil penerima tanggal 11 Mei 2004.

Dari segi harga kita lihat barang yang kurang dari 250 gram (Di Tokyo peraturannya kurang dari 300 gram) pengiriman EMS dengan biaya 900 yen.

Pengiriman dari Jakarta sebesar Rp.98.100,-. Apabila kurs mata uang Yen terhadap Rupiah sama dengan Rp.98 per 1 Yen, berarti tarip EMS Indonesia mencapai 1.000 yen, atau 100 yen (11,1%) lebih mahal daripada tarip EMS Jepang. Padahal nilai tukar Yen terhadap Rupiah hanya sekitar Rp.77,55 saat ini (11 Mei 2004 koran Bisnis Indonesia). Kalau dibagi dengan angka lebih kecil lagi, berarti tarip EMS Indonesia lebih besar dari 1.000 yen. Luar biasa mahal.

Kini kita bisa mengetahui sendiri, memang tugas PT Pos Indonesia (Posindo) tidak mudah. Kalau mau kita kritik, untuk kasus ini bisa dikatakan Posindo lambat dan mahal. Walaupun mungkin pengiriman sudah dilakukan 5 Mei 2004, apa pun alasannya, selama dokumen belum tiba di Jepang, semua itu masih merupakan tanggungjawab Posindo untuk mengusut lebih lanjut dan kesalahan ada di pihak Posindo. Janganlah mencari kambing hitam.

Lalu mengapa tidak mengritik Pos Jepang? Sampai 8 Mei baru diantar 10 Mei? Kalau kita lihat tanggalan, wajarlah pengantaran tersebut dan bahkan bisa kita puji karena Sabtu Minggu pun mereka bekerja dengan baik. Tanggal 8 Mei adalah hari Sabtu dan 9 Mei adalah hari Minggu. Hari Sabtu begitu tiba sudah mulai diperiksa pabean Jepang sampai dengan Minggu 9 Mei. Lalu Senin 10 Mei diantarkan ke kantorpos wilayah di penerima dan hari yang sama dikirimkan ke alamat penerima. Suatu kerja yang perlu diacungkan jempol. Apakah hal ini bisa dilakukan di Indonesia pula, Sabtu Minggu semua pihak bekerja? Tandatanya yang besar bagi Posindo dan Pabean Indonesia. Perlu bukti nyata untuk itu memang supaya tidak asbun (asal bunyi).

Memang kasus ini bukan kasus pertama kali. Sudah banyak kasus keterlambatan EMS dari pihak Posindo. Pihak EMS Posindo memang sudah berusaha keras untuk membuat citra EMS tetap dan bahkan semakin baik. Masalahnya, di kantorpos daerah tempat pengiriman, kurang terkoordinasi dengan baik, malas dan tidak ada semangat kerja yang tinggi. Bisa saya katakan moral kerja mereka perlu dipertanyakan besar-besaran. Akibatnya, rantai kerja keseluruhan tidak berjalan dengan baik.

Tampaknya hasil kerja mati-matian pihak EMS Posindo hanya berpangku sebelah tangan, tidak terkoordinasi dengan baik dengan seluruh aparat di berbagai lini yang ada di Indonesia.

Jangan salahkan orang lain! Itulah prinsip yang harus kita pegang. Olehkarena itu orang yang paling salah dan harus mau menerima beban tanggungjawab adalah Direktur Utama Posindo. Bagi saya, tidak ada alasan lain untuk tidak mengundurkan diri dari jabatannya. Mengapa? Karena tidak bisa menjadi contoh bagi bawahan sehingga hasil kerja banyak yang berantakan di bidang EMS di Indonesia (lihat banyak kasus keterlambatan EMS Indonesia di milis PRANGKO).

Sampai kapan masyarakat Indonesia bisa bersabar? Mungkin Posindo perlu mendapat sentilan yang keras dari pengguna (konsumennya). Mudah-mudahan saja kini dan di masa datang, tidak ada yang menuntut ke pengadilan Posindo gara-gara keterlambatan atau kehilangan doukumen/barang yang dikirimkan oleh Posindo.

(Richard Susilo)

Catatan: Kasus EMS terjadi pula tahun 2011. Pengiriman akhir Januari 2011 dari Jepang, baru terima pemberitahuan ada EMS tiba bulan Juni 2011. Enam bulan jangka waktu tempuh EMS dari Jepang ke Indonesia. Setelah ditelusuri dari Jepang ke Indonesia hanya dua hari, tiba di bandara Soekarno Hatta entah dibagaimanakan, sehingga makan waktu enam bulan baru tiba di alamat tujuan Jakarta.

  • Baca TANGGAPAN
  • TANGGAPAN, kirimkan klik di sini! [richard@filateli.net]


  • Studi Kasus: Prangko Miyazato
  • Study Kasus di Yogya
  • List of Good Stamps Traders
  • Bali Incense
  • Stamps Indonesia
  • News Indonesia-Japan
  • Indonesia Philatelists Association
  • Stamps News Indonesia
  • Indonesia Philatelic Writers Society
  • Online Book Store
  • Stamps Club Internasional
  • Indonesia Stamps Collectors Community


    Copyright © Richard Susilo 11 May 2004 - Updated 20 July 2012