Kartu Pos, Barang Koleksi Cukup Menarik

JAKARTA (LoveIndonesiaPhilately) - Kartu pos (post card) adalah salah satu benda pos yang banyak dikoleksi oleh para penggemarnya di berbagai belahan dunia belakangan ini. Di Indonesia, belum banyak orang yang tertarik untuk mengoleksi kartu pos. Padahal, kartu pos dapat ditemukan dengan mudah di berbagai tempat terutama di daerah-daerah tujuan wisata, seperti Bali dan Yogyakarta.

Salah satu benda pos yang pertama kali diluncurkan penggunaannya pada 1 Oktober 1869 di Austria dengan nama Correspondez-Karte ini pada perkembangan selanjutnya ternyata bukan hanya menjadi sarana berkomunikasi, tetapi juga bisa disimpan untuk dipertukarkan dengan benda serupa atau dengan benda-benda lain.

Nama Correspondez-Karte sengaja dipilih karena sesuai dengan kegunaan dari kartu tersebut, yaitu sebagai alat untuk berkoresponden. Banyak kelebihan dengan menggunakan kartu pos dibanding menulis sebuah surat. Kelebihannya antara lain menggunakan sedikit kertas dan tak perlu menggunakan amplop. Ukuran yang kecil juga mempersingkat berita yang akan disampaikan oleh pengirim untuk penerima pesan.

Setelah kelahirannya itu, tak berapa lama ditemukan berbagai kegunaan lain. Artinya, tidak sekadar menyampaikan pesan singkat, tetapi sudah mulai jadi benda koleksi dengan penampilan yang menarik.

Fungsi lain ini dimulai pada tahun Agustus 1870. Ketika itu, Schwartz di Oldenburg, Jerman, menciptakan kartu pos dari potongan kayu. Kartu pos milik Schwartz itu adalah kartu pos bergambar pertama di dunia.

Sejak itu pula, pemerintah setempat melakukan regulasi kartu pos. Kartu pos yang bisa beredar hanya kartu pos yang diproduksi pemerintah dan pengirimannya harus menggunakan prangko yang dicetak pihak swasta, tetapi harus dibeli dari pemerintah. Nasib Schwartz berubah, yang semula bisa memproduksi kartu pos, setelah kebijakan itu ia hanya bisa melukis di atas kartu-kartu pos yang diproduksi pemerintah.

Kemudian pemerintah Jerman memberikan izin kepada hotel dan tempat- tempat lain untuk mencetak kartu pos dengan berbagai gambar yang bisa digunakan sebagai alat promosi.

Pada awalnya, kartu pos bergambar itu hanya mampu membuat pesan yang disampaikan dalam lima kata, karena ruang yang tersisa sudah habis untuk menuliskan alamat dan nama si pengirim.

Kartu pos bergambar mengalami masa keemasan pada sekitar tahun 1900- 1918. Mulai dari masa itu, muncul minat banyak kalangan untuk mengoleksi kartu pos.

Pemburu Kartu Pos

Perburuan terhadap kartu pos yang memuat gambar menarik terus dilakukan di berbagai negara saat ini, mungkin hanya di Indonesia baru dimulai demam mengoleksi kartu pos belakangan ini.

Di Inggris, Prancis, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia, budaya menggunakan kartu pos sudah berlangsung lama.

Menurut kolektor kartu pos, Natalia Ratna P Majid, selain berfungsi sebagai alat korespondensi, kartu pos yang memiliki gambar yang menarik bisa dijadikan koleksi.

"Kartu pos yang berfungsi sebagai alat promosi, biasanya mudah dijumpai di berbagai tempat dan biasanya dibagikan begitu saja," tutur Natalia Ratna P Majid yang telah mengoleksi kartu pos sejak tahun 1992 itu.

Kolektor yang kini memiliki 15.000 kartu pos itu mengatakan ingin memperkaya jenis kartu pos miliknya dengan kartu pos milik kolektor lain.

Natalia yang ditemui di sela-sela sebuah pameran kartu pos di Jakarta baru-baru ini juga menyatakan bahwa ada suatu kejadian yang menarik di Amerika Serikat. Di sana pernah ada sebuah kartu pos yang ditukarkan dengan satu unit mobil sedan.

"Harga kartu pos yang berusia tua juga mahal. Persis seperti harga lukisan dan barang antik lainnya. Sungguh ini merupakan salah satu hobi yang juga bisa memberikan hasil," tuturnya.

Kolektor kartu pos yang amat aktif belakangan ini, tercatat bernama Jan Vrier dan Jan Landger asal Belanda.

Dua kolektor asal Belanda ini kemudian membuka situs www.freecardworld. com untuk memberikan informasi perkembangan kartu pos di dunia.

Natalia tak ingin tertinggal dari kolektor kartu pos lainnya di dunia. Ia sengaja membuat beberapa desain kartu pos yang memuat film- film nasional yang terkenal belakangan ini seperti Jelangkung dan Ada Apa dengan Cinta.

Untuk memperkenalkan kartu pos dan "membudayakan" penggunaan kartu pos, Natalia mencetak beberapa kartu pos dengan judul film itu, sedikitnya 1,7 juta lembar.

"Saya mengharapkan melalui gambar-gambar yang menarik, hobi mengoleksi kartu pos bisa berkembang pesat, seperti terhadap benda pos lainnya, yaitu prangko," katanya.

Upaya yang dilakukan Natalia juga diikuti beberapa kelompok musik Indonesia seperti BIP yang memperkenalkan album barunya melalui kartu pos. (S-25)

---------------------------------------------------------------------

Suara pembaruan December 1, 2002


HOME Filateli | Japan Indonesia Economic Forum | JIEF Economic Magazine | LongStay in Bali | Milis LowonganKerjadiJepang | BeaSiswa | New Product | Minidome
Copyright©RichardSusilo17112007